Kelompok 3 Workshop Fotografi Doc.Now! Kami sebagai mentor mencoba mengajak para peserta untuk bercerita mengenai apa yang mereka lihat dan ingin sampaikan. Peserta di kelompok 3 berjumlah 5 orang dari berbagai latar belakang pekerjaan, mulai dari pekerja Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), fotografer lepas dan PR consultant.
Doc.Now! dan 1000kata kembali menampilkan karya-karya terbaik peserta workshop Doc.Now! yang telah dilaksanakan pada 4-9 Desember 2017 lalu. Karya-karya ini akan ditampilkan berturut-turut dalam beberapa minggu ke depan. Kali ini kita tampilkan karya Fauzy Chaniago peserta workshop dari grup 3 workshop Doc.Now!
Fauzy merupakan salah satu fotografer muda yang baru beberapa bulan ini berdomisili di Bali. Sebelumnya ia tinggal di Medan, Sumatera Utara, dimana ia juga berada di sana sewaktu Gunung Sinabung bergejolak. Pengalaman memotret dan meliput di Gunung Sinabung inilah yang membuat Fauzy mencoba membuat photo story mengenai Erupsi Gunung Agung.
Mulanya Fauzy ingin membuat photo story mengenai desa yang ditinggalkan oleh penduduk di sekitaran gunung Agung. Tentunya hal ini sangat membahayakan mengingat wilayah tersebut merupakan daerah yang sangat rawan dampak dari erupsi. Kemungkinan untuk melarikan diri sangat kecil sehingga kami berdua sebagai mentor mencoba memberikan masukan untuk mencoba mencari ide yang lain atas pertimbangan risiko juga keselamatan seorang fotojurnalis/fotografer. Perhitungan mengenai tingkat risiko keselamatan juga merupakan aspek utama dalam membuat sebuah project foto. Sebagai seorang fotografer terkait isu-isu di lapangan seperti ini, tentunya harus bisa mengkalkulasi mengenai hal tersebut.
Atas beberapa pertimbangan tersebut, pada akhirnya Fauzy mencoba bercerita bagaimana para penduduk di sekitaran Gunung Agung harus pergi meninggalkan rumah mereka dan hidup di dalam pengungsian.
Oscar Siagian & Made Nagi
Mentor Doc.Now!
Temporary Displacement oleh Fauzy Chaniago
Gunung Agung mulai beraktivitas sejak tiga bulan lalu. Pada bulan September 22, 2017 lalu, alarm pertama penaikan status gunung oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menjadi Level IV mengawali perpindahan para masyarakat yang bermukim di lereng gunung guna mengantisipasi terjadi korban jiwa lebih banyak akibat luncuran material dan letusan.
Peristiwa serupa saat Gunung Agung meletus pada tahun 1963 menjadi tolak ukur sejarah Gunung Agung yang berdampak besar bagi masyarakat Pulau Dewata dan menewaskan lebih dari 1.500 korban jiwa. Sebanyak 225 titik posko pengungsian tersebar di area sekitar Gunung Agung dan menampung 66.716 masyarakat yang terkena dampak bahaya zona merah.