Foto dan text oleh: Kompas/Yuniadhi Agung
Pertengahan Agustus 2020, sebuah pesan muncul di grup percakapan whatsapp. Pesan tersebut memberikan informasi bahwa Pak Jakob Oetama, pendiri harian Kompas, tempat saya bekerja menjadi fotografer sejak tahun 2002 sedang dirawat karena sakit. Anggota grup whatsapp yang semuanya adalah karyawan Kompas lalu satu per satu menulis ucapan doa kesembuhan. Pak JO, begitu biasa kami menyebut beliau memang sudah sepuh dan dalam beberapa tahun terakhir kondisi fisiknya menurun.
Hari berlalu, sampai kemudian di grup whatsapp desk foto Kompas, Selasa 8 September 2020 editor foto Kompas, Danu Kusworo menanyakan siapa yang mempunyai foto pak JO yang sedang memegang koran. Saya langsung merasakan ada sesuatu yang menggangu tubuh saya, badan menjadi tidak nyaman dan gelisah. Saya mengirimkan pesan ke Danu, “Kok feeling saya nggak enak,ya…”. Tidak elok untuk mendahului kehendakNya, tetapi sebagai manusia kita selalu harus berpikir untuk yang terburuk.
Rabu, 9 September 2020 menjelang siang, grup whatsapp desk foto sudah penuh dengan koordinasi pembagian liputan. Informasi terakhir pak JO kritis. Kami mendapatkan arahan untuk berada di berbagai tempat dan siap-siap untuk mengabadikan. Teman fotografer Agus Susanto dan Raditya Helabumi sudah berada di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading. Pada sekitar pukul 13 siang, berita yang tidak ingin kami terima itu diumumkan. Pendiri harian Kompas, Jakob Oetama, meninggal dunia pada usia 88. Sedih itu kami pendam erat-erat. Ini bukan saatnya mengeluarkan air mata. Sebagai fotografer, kami merasa harus mengabadikan momen ini. Bukan hanya sebagai tugas karena kami adalah karyawan Kompas, tetapi juga karena telah menggangap bahwa pak JO adalah orang tua kami.
Teman-teman fotografer berada di rumah sakit, kediaman pak JO di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta dan di gedung Kompas Gramedia, Palmerah. Pandemi Covid-19 membuat sejumlah pembatasan sehingga kami menjadi penyedia rilis foto tentang meninggalnya pak JO.
Sekitar pukul 21.00 malam, jenazah pak JO telah tiba di tempat yang dia sayangi yaitu Gedung Kompas Gramedia Palmerah. Peti jenazah digotong pelan oleh para karyawan yang bertugas di bagian keamanan dan kemudian diletakkan di lobi gedung. Peti jenazah berada di dekat monumen kecil mesin penata huruf yang menjadi cikal bakal percetakan Gramedia, salah satu unit usaha yang dirintis oleh pak JO. Petugas berhenti sejenak dan memberikan hormat terakhir di peti sosok yang sangat mereka hormati.
Malam itu jenazah pak JO disemayamkan di Gedung Kompas Gramedia. Para pelayat yang sebagian besar adalah karyawan Kompas Gramedia dengan tertib menjaga jarak. Tidak banyak tangis yang tumpah. Mereka dengan hati yang besar melepas pak JO. Bagi semua orang yang pernah bersinggungan dengan sosok pak JO, maka sekecil apapun itu akan menjadi pengalaman sepanjang hidup. Jakob Oetama bukan hanya orang hebat di dunia jurnalistik, namun lebih dari itu, sosoknya selalu memberikan contoh perbuatan hidup yang terpuji. Itulah sebabnya, mereka menganggap pak JO adalah orang tuanya.
Sebelum motret persemayaman pak JO, saya singgah sebentar di lantai 3 Gedung Kompas Gramedia. Di tempat tersebut, 18 tahun yang lalu saya menandatangi kontrak untuk menjadi karyawan Kompas. Ruangan luas itu kini kosong, semua kegiatan redaksi pindah ke Menara Kompas yang berada di seberang jalan. Meja kerja wartawan yang selalu riuh menjelang tenggat waktu terbit koran itu membisu. Di ruangan kosong itu, saya merasakan kesedihan. Mungkin ini juga dirasakan oleh teman-teman kantor saya. Sambil berjalan pelan, saya mencoba mengingat-ingat apa yang telah pak JO wariskan ke saya. Bagi saya, Kompas adalah rumah yang tidak akan saya tinggalkan. Pak JO telah membuat saya mencintai pekerjaan saya. Kesederhanaan pak JO juga secara tidak langsung menjadi cara saya memandang ke depan. Kita tidak perlu harus kaya raya tapi yang terpenting adalah bahagia.
Saya mencoba memotret apapun yang ada di lantai 3 untuk mengenang pak JO. Saya mendapatkan foto, gambar, dan tulisan berisi cuplikan ucapan pak JO. Semua sudah cukup untuk mengenang beliau. Meski kini kosong, ruangan lantai 3 ini akan menjadi kenangan yang tidak akan terlupakan. Momen saat kami menghadap pak JO usai menandatangi kontrak kerja, sapaan hangat dan senyum tulus saat berpapasan di lift kantor adalah sedikit kisah indah yang bisa diceritakan.
Selamat jalan pak JO, terima kasih dari kami sekeluarga.
Yuniadhi Agung
Pewarta foto harian Kompas | Co-founder 1000kata