Menyambut ulang tahunnya ke-18 yang jatuh pada 8 Desember 2018, Yayasan Tifa bekerja sama dengan SEA Junction, Bangkok dan Pannafoto Institute, Jakarta menggelar pameran foto dengan tema utama ‘Mengkambinghitamkan Liyan di Asia Tenggara’ (Scapegoating the ‘Other’ in Southeast Asia) pada tanggal 6-9 Desember 2018 di Galeri Salihara, Jakarta. Kisah pilu kehidupan kelompok minoritas yang mengalami tindakan diskriminatif dan kekerasan dihadirkan lewat bahasa visual yang menawan oleh delapan fotografer dari tiga Negara, Filipina, Bangladesh dan Indonesia.
Beberapa fotografer dari Filipina yang tergabung dalam The Night Shift mengangkat cerita kekerasan yang dialami oleh keluarga dari ribuan korban kekerasan atas nama perang terhadap narkoba yang gencar dilakukan di bawah perintah Presiden Duterte. Fotografer asal Bangladesh, Mahmud Rahman, mengangkat penderitaan para pengungsi Rohingya yang terusir dari kampung halamannya di Myanmar. Sedangkan Dwianto Wibowo dan Edy Susanto dari Indonesia mencoba memaparkan cerita pilu penganut Ahmadiyah yeng mengalami kekerasan oleh saudara-saudaranya sendiri.
Foto-foto dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan tersebut seakan menjadi catatan dari potongan-potongan sejarah kelam manusia. Mengajak kita peduli dan memberikan perhatian lebih pada peristiwa-peristiwa kekerasan terhadap sekelompok manusia berbeda yang dilakukan oleh manusia lain.
Selain deretan foto-foto yang dipamerkan, acara ini juga diisi dengan beberapa diskusi. Diskusi regional yang dimoderatori oleh Endy Bayuni, Direktur Eksekutif International Association of Religion Journalists (IARJ) yang juga menjabat sebagai editor senior di The Jakarta Post digelar di hari pertama. Sebagai pembicara adalah Dr. Rosalia Sciortino, Direktur Eksekutif SEA Junction, yang memaparkan akar masalah krisis demokrasi dan “politik pengkambinghitaman liyan” dalam konteks Asia Tenggara. Lebih lanjut, Lilianne Fan, seorang aktivis kemanusiaan Rohingya dari Malaysia secara spesifik menyampaikan pandangannya atas kasus kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya oleh militer Burma. Berikutnya ada Kimberly dela Cruz, seorang fotografer The Night Shift, menceritakan peristiwa kekerasan yang direkamnya menyusul perang terhadap narkotika (War on Drugs). Juga hadir Juru Bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana dan Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia.
Diskusi yang tak kalah menarik juga digelar pada Sabtu, 8 Desember 2018, mendatangkan fotografer-fotografer yang tergabung dalam komunitas 1000kata sebagai pembicara. Beawiharta, Edy Purnomo dan Yuniadhi Agung akan mengajak berdiskusi bagaimana fotojurnalistik bisa digunakan secara efektif dalam proses penyampaian pesan. Dan bagaimana sebuah foto bukan sekedar mampu menghadirkan kembali goresan-goresan memori dalam benak kita, tapi juga bisa merangkai kota-kotak sejarah manusia yang kemudian secara menarik ditampilkan kembali sebagai cerita di masa depan.