Jumlahnya dua puluhan ekor. Jantan dan betina. Dalam bahasa Minang, monyet-monyet itu disebut dengan baruak. Mereka menumpuk di sudut kandang, saling menyembunyikan diri agar tak dipilih oleh para pembeli yang mengitari kandang mereka.
Mereka datang dari utara Sumatera Barat, tepatnya hutan Rao, Pasaman. Di sana mereka diburu karena merusak perkebunan masyarakat. Berjejal-jejal di dalam karung mereka diekspor dari Rao ke Padang Pariaman, salah satu daerah penghasil kelapa terbesar di Sumatera Barat.
Pasar Ternak Sungai Sarik, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat ini dibuka saban Rabu dari pagi hingga jelang siang. Di sini tak hanya kambing, sapi, kerbau, dan ayam saja yang dijual, monyet pun didagangkan. Oleh masyarakat Padang Pariaman, monyet merupakan perpanjang tangan mereka untuk memetik kelapa dari batangnya.
Monyet-monyet itu dilabeli dengan harga 100 ribu hingga 250 ribu rupiah, tergantung dari umur dan kepandaian si monyet memetik kelapa. Rantai akan dikalungkan ke leher ketika kesepakatan antara pedagang dan pembeli telah tercapai. Biasanya pembeli lebih tertarik pada monyet dewasa yang telah pandai memetik buah. Tak jarang pula para pembeli memilih monyet yang masih berumur muda, yang tak mau lepas dari induknya, dan kemudian melatihnya. EPA/Zulkifli