Kemegahan sebuah kota yang berpadu dengan kenyamanan hidup di sebuah komunitas budaya.
Di senja yang cerah itu, untuk kesekian kalinya, saya mendatangi sebuah taman, di daerah New Farm. Tak ada banyak orang Saya meluaskan pandangan , menatap dari kejauhan Story Bridge megah diatas sungai Brisbane. Betapa mempesona. Angin di musim semi yang begitu sejuk masih terasa dingin bagi orang di daerah tropis seperti saya.
Dibelakang jembatan itu, lampu jendela pencakar langit berpendar-pendar, pusat kota Negara Bagian Queensland. Di usianya yang lebih dari 150 tahun, kini Brissie, orang Australia menyebutnya, telah berubah menjadi kota yang menakjubkan. Walaupun modern tanpa keriuhan metropolitan. Suasana yang membumi sangat terasa di tempat ini dengan keramahan penduduk lokal yang kerap bertegur sapa.
Keindahan alamnya sangat terkenal berkat Sungai Brisbane yang melingkar-lingkar sampai ke laut dan membuat wajah kota segar berseri. Gara-gara sungai ini, penduduk aborigin menamai Brisbane: Mian-jin, daerah berbentuk paku. Di dukung oleh perekonomian yang kuat, Brisbane menjadi salah satu kota yang paling cepat berkembang di Australia. Keunikan karakter ini membekas di hati saya yang telah tinggal di sini selama satu setengah. Rasanya baru kemaren saya datang di kesini, ke taman-taman yang indah dan hijau, tempat bermain yang nyaman bagi anak-anak.
Kenyamanan Brisbane pun tercermin di jalur transportasi. Bus kota, angkutan sungai (CityCat), dan kereta api yang menjadi alat lalu lintas utama yang tepat waktu, mirip sistem transportasi di Singapura.
Jalur khusus bagi pejalan kaki dan sepeda juga tertata rapi. Di kota seluas 4.260 kilometer persegi ini (luas Jakarta hanya seperempat Brisbane, tapi jumlah penduduknya delapan kali lipat ) kita bisa berjalan- jalan dan menggenjot sepeda tanpa takut akan kendaraan bermotor.
Dibawah Story Bridge yang dibangun pada 1935, CityCat melintas tenang. Sebuah majalah travelling terkemuka memasukkan sistem transportasi Sungai Brisbane, CityCat Ferry, ke dalam 10 top City Boat Trips, bersama dengan Venice Vaporetto di Itali, Mersey Ferry di Liverpool, Vancouver Ferries di Canada, atau Star Ferry di Hongkong.
Bercerita tentang Brissie, demikian orang lokal biasa menyebutnya, sepertinya tidak akan lepas dari pusat kota yang penduduk lokal menyebutnya City. City dengan Brisbane Central Bussiness Distrik (CBD) sebagai jantungnya, terletak di salah satu sisi bagian utara Sungai Brisbane. Seperti pada umumnya kota di Australia, jalur jalannya dibuat sederhana. Membentang kearah timur laut dan tenggara yang membuat pola persegi panjang. Seperti kota-kota bekas jajahan kerajaan Inggris pada umumnya jalan-jalan juga dinamai dengan nama-nama anggota kerajaan Ingris. Jalan-jalan yang membujur kearah timur laut dinamain dengan nama perempuan seperti Queen Street, Elizabeth Street, Mary Street, Alice Street, dan Adelaide Street. Sedangkan jalan yang membujur ke arah Tenggara dinamai dengan nama laki-laki seperti Edward Street, Albert Street dan William Street.
Queen Street merupakan jalan utama kota kosmopolitan ini. Jalan ini sekarang telah berubah menjadi jalur mal bagi pejalan kaki dan sudah tidak dilewati kendaraan bermotor. Disini ada Queenstreet Mall dengan menawarkan barang-barang dari Paris. Di bahu jalannya yang cukup luas kita bisa menjumpai kafe-kafe yang bersih dan cozy. Tapi penduduk kota ini tidak tampak berjejal-jejal di mal. Mereka lebih memilih berjalan-jalan di pinggir sungai atau menyambangi pasar-pasar akhir pekan yang sering diadakan dibeberapa tempat.
Brisbane menawarkan semua fasilitas dan layanan yang diharapkan dari sebuah kota besar modern. Namun Brissie tetap tetap memelihara kehidupan rileks dan tenang tanpa kemacetan lalu lintas juga polusi. Ditengah masyarakat multi-budaya, ia menawarkan pula kebebasan pribadi yang luas dan penuh. Membuat saya selalu merindu.
(Foto dan teks oleh Ahmad Zamroni)