Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda. Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh. Sementara langit bagai kain tenunan tangan, gelap coklat tua. Dan bola api, merah padam, membenam di ufuk teduh
Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka. Di mana matahari bagai bola api, cuaca kering dan ternak melenguh. Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda. Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh.
Barangkali sepenggal bait puisi karya Taufik Ismail berjudul “Beri Daku Sumba” tersebut, seakan tepat sekali menggambarkan apa yang saya rasakan. Padang yang menghijau setelah musim penghujan dan kawanan kuda yang gesit berlarian, membuat saya jatuh rindu, hanya cukup di hari pertama saya mengenalnya. Tentu, saya bukanlah orang pertama, barang kali keseribu sekian atau kesejuta sekian dari orang yang mengalami perasaan yang sama akan Sumba.
Di kota Tambolaka yang terletak di Barat Daya Pulau Sumba, pesawat saya mendarat. Beruntung bagi saya karena maskapai penerbangan Garuda Indonesia telah membuka rute baru sampai kota ini, sehingga penerbangan saya dari Jakarta bisa lebih mudah dan nyaman untuk dilewati. Penerbangan yang menempuh lebih dari 3 jam, tidak membuat lelah sama sekali karena antusiasme saya untuk mengeksplorasi keunikan Sumba. Tanpa berlama-lama karena waktu yang terbatas, saya pun bergegas menuju ke bagian timur ‘Tana Humba’, begitu orang setempat menyebut tanah ini.
Dari kota Waingapu perjalanan yang merupakan bagian dari Jelajah Visual #iniNegriku saya mulai, dari timur menyisir menuju ke bagian barat. Berbekal kamera NX1 keluaran terbaru dari Samsung dan ditemani Jonathan serta Angga yang merupakan orang asli Sumba juga Onggo, yang sudah lama tinggal di Sumba membuat petualangan ini menjadi jauh lebih asik sekaligus menarik. Tidak hanya bisa mengabadikan Sumba lewat foto namun bisa lebih memahami kehidupan orang sumba baik adat dan budaya lewat cerita-cerita mereka selama perjalanan ini. Photography is something but life is more interesting. Memang demikian, terkadang cerita-cerita kehidupan dibalik foto-foto yang kita ambil, terkadang terasa jauh lebih menarik.
Dari cerita mereka saya bisa lebih faham akan ”Bumi Marapu”, sebutan lain bagi ‘Tana Humba’ atau ‘Sumba’. ‘Marapu’ merupakan kepercayaan asli yang bersumber pada unsur pemujaan arwah nenek moyang yang dianggap sebagai hal yang sangat penting bagi orang Sumba. Selama menjelajahi Sumba seakan terbesit pesan, Sumba adalah pulaunya para arwah. Di setiap sudut kota dan kampungnya tersimpan persembahan dan pujian. Altar megalit dan batu kuburan keramat yang menghias setiap jantung kampung dan dusun (paraingu) seakan menyiratkan makna dan arti hidup bagi masyarakat Sumba.
Mengelilingi Sumba, kita akan banyak menemui rerumputan yang tumbuh di tanah tipis diatas batuan-batuan kapur yang bergelombang elok membentang. Kondisi fisik dan vegetasi inilah yang menciptakan Sumba menjadi sabana yang luas. Sangat cocok sebagai tempat pengembangbiakan dan pengembalaan kuda yang sudah menjadi identitas yang menyatu bagi orang Sumba. Tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi di beberapa desa, namun kuda merupakan sebuah simbol kekayaan dan status bagi orang Sumba. Bahkan kuda masih digunakan sebagai alat untuk meminang calon pengantin wanita.
Melihat Sumba rasanya tidaklah lengkap jika tidak menyaksikan festival Pasola. Pasola merupakan salah satu bukti kepiawaian pria Sumba menunggang kuda sambil berperang. Pasola juga merupakan bagian dari ritual masyarakat penganut kepercayaan Merapu untuk meminta berkah para dewa agar panen berikutnya berhasil baik.
Lima hari terasa begitu singkat untuk mengenal Sumba. Namun, lima hari yang akan begitu membekas. Lima hari yang telah membuat saya menjadi manusia yang berbeda dengan sebelumnya. Dan saya pikir begitulah esensi sebuah perjalanan, bukan perkara jauh atau dimana tempat itu berada, namun perjalanan yang menarik akan mampu menambah kekayaan batin kita, menjadi cara baru dalam melihat sesuatu. Terima kasih Sumba, dan gemerisik ilalang di padang serta ringkikan kawanan kuda mu, akan selalu terdengar, membisikkan rindu. Humba ailulu.
Hallo 1000kata. Tulisan yang menarik tentang Sumba.. Terima kasih sdh berkunjung ke Sumba.
Saya mohon ijin, mudah-mudahan diperkenankan untuk copy beberapa foto dalam tulisan ini untuk kepentingan promosi pariwisata Sumba. Salam.