Supri, fotografer kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah, 05 sept 1969 ini bergelut di dunia fotografi sejak tahun 1989. Lebih dari 18 tahun lalu ia mulai menekuni fotografi jurnalistik profesional dengan bergabung di kantor berita Reuters. Dedikasinya yang tinggi terhadap profesi dan kemampuannya dalam memilih subyek foto dan memvisualisasikan sebuah peristiwa menjadikan sosoknya istimewa. Itulah alasan Seribu Kata memilih Supri sebagai profil fotografer kali ini. Berikut wawancara singkat Seribu Kata dengan bapak tiga anak ini:
T: Bagaimana awal mula anda terjun di dunia fotografi?
J: Saya mengenal fotografi semenjak tahun 1989 secara otodidak, Berawal dari foto studio, wedding, model dan produk.
T: Bagaimana dan mengapa anda akhirnya memutuskan untuk menjadi fotojurnalis?
J: Saya memutuskan untuk menggeluti fotojurnalistik didorong oleh keinginan untuk mencari pengalaman. Tawaran yang datang dari kantor berita Reuters, yang saat itu mencari fotografer sementara akhirnya saya ambil. Setelah selama tiga bulan bekerja menggantikan chief photographer yang sedang cuti, akhirnya saya diminta untuk bergabung dengan Reuters hingga sekarang.
T: Peristiwa apa yang pertama kali anda liput setelah bergabung di Reuters?
J: Peristiwa pertama yang saya liput setelah bergabung dengan Reuters adalah Hari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang pada waktu itu Suharto masih menjadi presiden (1993).
T: Peristiwa apa yang paling berkesan yg pernah anda liput? mengapa?
J: Peristiwa yang paling berkesan adalah sewaktu meliput Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur saat keluar dari Instana Merdeka dengan hanya memakai celana pendek untuk menemui supporternya yang sejak pagi menunggu di depan istana. Peristiwa itu sangat mengejutkan karena semenjak Gus Dur menjadi presiden saya selalu standby di istana, hampir setiap hari selalu ada berita karena hampir setiap hari Gus Dur selalu mengeluarkan pernyataan. Pada saat itu saya bersama teman dari kantor berita AFP Oka Budi dan AP pak Muchtar Zakaria sudah bersiap meninggalkan istana karena sudah malam tapi seorang anggota Paspampres menawari kami untuk makan malam, tetapi kemudian pada saat yang sama seorang anggota Paspampres yang lain memanggil kami kembali ke depan istana merdeka karena presiden akan keluar. Kami bertiga kemudian bergegas menuju ke depan Istana Merdeka, setelah nunggu beberapa saat benar saja presiden keluar. Karena kami memotret dari bawah tangga istana, maka yang pertama kali yang saya lihat Gus Dur hanya mengenakan kaos berkerah namun setelah beberapa saat presiden maju saya tambah kaget karena ternyata beliau mengenakan celana pendek dan langsung saja posisi kamera yang horizontal saya rubah menjadi vertikal untuk mendapatkan kaki presiden yang hanya memakai celana pendek. Peristiwa yang sangat cepat itu, membuat kami terhenyak sekaligus bersyukur karena penantian kami bertiga ternyata menghasilkan foto yang bersejarah.
T: Pernahkah anda merasa terancam saat melakukan tugas jurnalistik?
J: Pernah beberapa kali saya merasa terancam dalam menjalankan tugas jurnalistik, salah satunya saat meliput kerusuhan Ambon. Saya merasa terancam karena konflik Ambon adalah konflik agama. Sebagai seorang muslim, saat itu saya menginap di daerah yang dikuasai pihak nasrani karena stringer fotografer saya di Ambon adalah seorang nasrani. Hampir selama 3 hari saya tidak berani keluar dari penginapan karena situasi yang sedang panas. Di sekitar hotel banyak warga yang menggelar sweeping KTP, tapi beruntung kawan saya dari Ambon selalu melindungi saya.
Di Timor Timur saya mengalami hal yang sama. Sebelum terjadi referendum saya mendapatkan tugas peliputan disana. Ketika itu massa pro Indonesia sangat tidak menyukai media asing yang dianggap berpihak. Suatu ketika saya harus meliputan kegiatan uskup Belo di daerah Liquisa memakan waktu hampir 2 jam perjalanan dari Dili. Tidak terjadi apapun pada waktu saya berangkat namun saat akan kembali ke Dili, saya bersama rombongan lain dihadang oleh pasukan besi merah putih yang merupakan milisi pro Indonesia. Mereka melempar mobil kami yang sedang melaju cukup kencang dengan batu, ranting pohon dan benda yang lain. Mereka juga mengejar kami dengan sepeda motor sambil mengacungkan tombak. Untunglah, kita selamat sampai ke Dili. Begitu juga ketika terjadi peristiwa pembakaran surat kabar Timor Timur, kami sama sekali tidak bisa mengabadikan peristiwa tersebut karena mereka mengacung-acungkan senjata tajam ke arah kami.
T: Siapa fotografer favorit Anda?
J: Fotografer yang saya suka antara lain Damir Zagol dan Adrees Latief , saya sering melihat foto foto mereka karena mereka dari Reuters juga, angle foto fotonya sangat saya sukai.
T: Punya pesan-pesan untuk fotojurnalis muda?
J: Pesan untuk fotografer muda: memotretlah dengan hatiโฆseperti yang selalu diajarkan oleh bos saya.
All photos by Supri
Ikutan nimbrung gan.
rame banjir hehehe.
Ajibbbb mas supri
setelah sering mendengar namanya baru ketemu pertama kali dengan beliau di nusakambangan saat eksekusi amrozi cs…salam kenal bang
Salut buat 1000 kata n mas supri…
mas supri top tenan…
mas supri thx sharingnya ya… ๐
thx mas supri,…spt mas KR bilang juga dengan hati
kang supri n 100 kata…makasih buat interviewmenarikini
Bukan sekedar mau 'onani' untuk memuji posting-an sendiri, tapi jujur saja saya sangat mengagumi karyanya, lebih dari itu sikapnya yang tetap rendah hati dan kesungguhan dalam setiap tugas sungguh merupakan inspirasi yang luar biasa. Sukses terus buat Mas Supri.