Bisakah kita melewatkan satu hari dalam setahun tanpa sebuah foto? mungkin saja jawabnya bisa!. Tapi bagi Maulana Surya Tri Utama, fotografer dari Kota Solo, Jawa Tengah, pertanyaan tersebut adalah sebuah tantangan. Pria bertubuh kekar dan berjenggot panjang itu berupaya menunaikan satu cita-citanya: memotret apapun yang ada di kota Solo, sepanjang tahun tanpa terlewat satu hari pun!
Maulana Surya Tri Utama (27) adalah orang daerah Kampung Sewu, Solo, keturuan Pulau Bangka, Sumatera. Dia setia menemani ibunya. Ayahnya adalah pelaut yang pulang setahun sekali, sementara dua kakaknya kini telah berkeluarga. Setidaknya itu yang saya tahu. Saya berteman dengan Maulana sejak 2007, saat bersama-sama menyalurkan kesenangan di meja Fisip Fotografi Club (FFC), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Fotografi di Fisip Universitas Sebelas Maret Solo.
Satu program kerja FFC yang saat itu kami lahap ialah one day one photo, memotret setiap hari dan mengunggahnya di Facebook. Nah, dari situ lah sebenarnya ide proyek memotret setiap hari selama satu tahun ini berawal.
Maul, begitu dia biasa dipanggil, adalah orang yang ambisius dan cinta kampung halaman. Dia melanjutkan proyek ini ke tahap yang lebih serius, yakni memotret satu hari satu foto di Solo. Atau jangan-jangan, proyek ini jadi alasan agar dia tidak meninggalkan Solo seperti rekan fotografer lain seperjuangannya. Ya, kalau dia merantau, siapa yang menemi ibunya di rumah?
Bertahun-tahun Maul mencoba mengerjakan proyek ini, tapi selalu gagal. Ada saja hal-hal yang merintanginya sehingga harus meninggalkan kota budaya tersebut. Misalnya saja, dia mesti magang di Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Jakarta pada 2010 atau menemani ibunya mudik ke Bangka tahun 2011.
Ambisi one day one photo yang sudah lama terpenjara di batinnya, akhirnya terealisasi di tahun 2015. Bak orang yang terpenjara dan haus akan dunia luar, Maul mengelilingi Solo setiap hari, setiap saat. Matanya tak pernah lepas mengamati semua aktivitas apapun yang ada di Solo. Saya jarang bertemu muka dengan Maul karena saya bekerja di Jakarta. Dalam kesempatan pertemuan dengan Maul di Solo, kami berbincang tentang proyek one day one photo. Maul langsung men”curhat”kan kelanjutan proyek foto itu. Saya tak keberatan. Justru bersyukur, karena bertahun-tahun saya menunggu karya Maul itu. “Faces of Solo (Memotret Kota Menggali Para Tetangga)”, adalah judul buku yang dipilih Maul. Judul buku itu mengguncang rasa penasaran saya. Lewat judul itu, ia benar-benar telah mengetuk hati saya, seorang warga tetangga Solo.
Sejujurnya, jika harus dibicarakan, saya sendiri sempat lupa dengan proyek itu. Terakhir berbincang mengenai proyeknya, Maul membocorkan bahwa akan memamerkan karyanya di semester satu tahun 2016. Tentu saya sedikit kecewa. Mengapa Maul tak memamerkannya lebih cepat? Karena saya pribadi amat menunggunya. Berbagai sisi kehidupan ia sajikan. Ragam produk budaya yang menjadi ciri khas Solo ia tuangkan dengan mudah, seperti menuangkan Gempol Pleret di mangkuk. Tapi Gempol Pleret pun butuh gula, yaitu potret pembangunan di Solo yang maju.
Maul tidak hanya memotret kota, tapi juga memotret tetangga. Maul ingin menunjukkan bahwa dia lebih mengenal tetangganya daripada perantau. Seperti foto penggembala Sapi di subuh hari yang difoto beberapa meter dari kontrakan saya. Enam tahun tinggal di tempat itu, baru kali ini saya mengenal kegiatan pagi si penggembala tersebut.
Tapi, dari 365 foto yang ada, satu yang paling membuat saya tersenyum adalah potret seorang warga Solo yang tengah melakukan binaraga di sebuah pusat kebugaran alias tempat fitnes. Potret itu melontarkan ingatan saya 9 tahun lalu, saat pertama kali mengenal Maul. Mengapa? Karena saat itu Maul memasang foto diri setengah telanjang dengan pose atlet binaraga yang sedang melakukan kontes di tanda pengenal mahasiswa baru!!
Maul memang menggeluti dunia binaraga selama SMA hingga awal kuliah. Seperti atlet binaragawan lainnya, dia rutin berlatih di tempat fitness. Beberapa temannya, termasuk saya, sering memaksa ia untuk mencopot bajunya hanya untuk menertawakan tubuh maskulin Maul yang beda dari yang lain. Tapi sekali lagi, Kontributor Foto LKBN Antara ini adalah orang yang besar hatinya. Ia mengabaikan tertawaan temannya. Bahkan, dia tak segan mengikuti ajang kejuaraan bodybuilding contest.
Cukup membicarakan tubuh Maul. Kembali ke buku Faces of Solo, Ada cerita menarik saat pecinta karya Iwan Fals ini mengerjakan proyeknya. Di tengah perjalanannya mengerjakan karya itu, tepatnya pada 4 Maret 2016, pukul 19.00, ponselnya berdering. Sebuah urusan penting memaksa Maul terbang ke Jakarta keesokan harinya, pukul 07.00.
Kabar itu membuatnya pusing. Bagaimana tidak, artinya ia mesti memotret satu karya sebelum pesawatnya terbang ke Jakarta. Maul terpaksa bangun dini hari agar punya waktu untuk mengerjakan proyeknya. Akhirnya, ia memotret satu foto aktivitas tukang becak Pasar Gede, Solo. Foto yang diambil pada masa subuh itu akhirnya melengkapi 365 foto sepanjang tahun 2015 dengan beragam waktu.
Maul memamerkan dan meluncurkan buku berjudul Faces of Solo itu pada 27 Agustus 2016. Melalui Faces of Solo, Anda bisa melihat Kota Solo selama 2015 hanya dalam satu buku saja. Buku ini adalah diari fotografinya selama setahun. Faces of Solo dikemas menarik dan dicetak seperti layaknya sebuah kalender meja. Bedanya, jika kalender umumnya kadaluarsa dalam setahun, “kalender” ini bisa kita nikmati sepanjang masa. Semoga buku Faces of Solo dapat menginspirasi kita semua. Selamat Maul, kamu sudah mewujudkan salah satu impianmu!
Dan tentu saja, saya telah memesan satu buku Faces of Solo !.
(Teks oleh Herka Yanis Pangaribowo, foto-foto oleh Maulana Surya Tri Utama)